November 27, 2013

S – O – L – O : Bukan Hanya Empat Huruf Saja (Part 2 - End)



Pasar Klewer, Ning pasar klewer kutho solo,
Jare blonjo pamite kok ngumbah moto,
Pasare rame tenan,
Desek desekan nanging jo nganti grayangan.

Itulah lirik lagu Didi Kempot yang memberikan gambaran tentang Pasar Klewer di Jl. Dr. Rajiman, Gajahan. Memasuki lorong-lorong pasar, berbagai macam pakaian batik seakan menyapa. Segala jenis ukuran dan model batik dapat ditemukan disini. Selain batik, di pasar ini juga banyak dijual berbagai macam jenis tekstil. Namun, kala berada di Pasar Klewer, anda harus mengeluarkan jurus menawar jika ingin mendapatkan banyak batik. Satu lagi, jangan heran karena disini anda bisa mendapatkan batik cap atau tulis hanya dengan belasan ribu rupiah saja. ( siap-siap aja deh kantong bakal jebol seketika, hehe )


Quickly we move to Kampoeng Batik Laweyan. Ya, perasaan yang belum puas akan keindahan batik dengan cepat menghantarkan saya ke Laweyan. Namanya saja sudah berarti benang atau kapas yang dipintal (lawe) sehingga daerah ini sejak dahulu menjadi pusat perdagangan. Jangan bayangkan nuansa pasar seperti Klewer, tetapi di Laweyan ini akan terhampar puluhan rumah penduduk di suatu gang yang juga berfungsi sebagai tempat menjajakan batik mereka. Asyik memanjakan mata dengan motif-motik batik, arsitektur Jawa Kuno dengan pengaruh Eropa dan Islam di setiap bangunan rumah menjadi bonus tambahan. Eksotik adalah kata yang pantas menggambarkan kampung ini.

Rasanya ada yang kurang saat mengunjungi Kota Batik tanpa belajar membatik. Saya pun mencoba kursus batik singkat dan masih di Kampung Batik Laweyan. Tidak hanya saya, banyak juga turis yang ikut belajar membatik di kampung tua ini. Warga Laweyan mengaku bahwa setiap keturunan mereka selalu dan akan diajarkan cara membatik agar seni batik di Solo selalu dapat berkembang pesat seperti saat ini.


Solo Batik Carnival
Solo dikenal sebagai kota yang tidak pernah tidur, selalu ada sesuatu yang menarik dapat ditemukan di Solo. Banyak kegiatan yang membawa nama Solo di mata dunia, seperti Solo Batik Carnival maupun Solo Batik Fashion. Pemerintah Kota Surakarta sangat peduli dengan kemajuan Batik dengan mengadakan acara Solo Batik Carnival pada setiap bulan Juni. Peserta harus membuat kostum karnaval dengan bahan utama dari batik. Sementara itu, Solo Batik Fashion adalah peragaan busana batik setiap bulan Juli yang juga diselenggarakan oleh pemerintah. Walaupun tidak datang pada waktu yang tepat, saat di kampung batik saya dapat melihat beberapa foto dokumentasi acara serta obrolan dukungan acara ini dari warga setempat.


T arian khas Solo juga sangatlah menarik. Yah, inilah yang saya temukan kala dalam perjalanan menemukan wanita-wanita sedang latihan menari. Sepertinya wanita-wanita ini sedang diajarkan Tarian Bedhaya Ketawang. Tarian ini adalah klasik dan kental dengan budaya Jawa yang sakral. Kesan mistik sungguh terasa kala terdengar suara sinden diiringi instrumen. Mengapa tidak, tarian ini ternyata menggambarkan hubungan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Apabila pementasan, para bedhaya (penari) harus mengenakan kostum seperti pengantin Jawa. Selain itu, para penari juga harus mengikuti beberapa ritual sebelum pementasan. Wow!

Candi Sukuh
uh, perjalanan dilanjutkan dengan bis yang menghantarkan ke Candi Sukuh. Alasan mengunjungi candi ini adalah untuk melihat arsitekturnya yang mirip dengan piramida Suku Maya. Benar, dari luar terlihat seperti piramida terpotong layaknya trapesium. Keren! Selain itu, di dalam bangunan candi masa kerajaan Hindu ini memiliki sebuah relief manusia tanpa busana dan terdapat pula patung tanpa kepala. Sungguh eksotis nan erotis. Sayangnya tak banyak yang tahu akan candi ini, padahal cukup mengeluarkan Rp 2.500 saja sudah bisa masuk ke dalamnya.


Tawangmangu
v iva La Vida Solo. Seakan tiada akhir keindahan Kota Solo, wisata air pun menjadi pilihan terakhir. Udara dingin tak menjadi masalah saat mata telah terpesona pada air terjun yang berada di Tawangmangu. Terletak di kawasan hutan lindung menambahkan eksotika khas pengunungan nan berkabut. Kala lelah bermain air terjun dari tetesan seribu air terjun ini, menikmati sate kelinci para pedagang yang di sekitar air terjun adalah pilihan. Selain itu, untuk menikmati keindahan air terjun ini dapat juga dilakukan dengan hanya bermain flying fox, arum jeram atau hanya memandang alam yang juga dipenuhi oleh banyaknya kera yang berkeliaran kesana-kemari.


W ayang kulit pun menjadi pengantar untuk menyambut malam hari di Solo setelah seharian menikmati keistimewaan alam. Wayang kulit yang terdapat di daerah ini adalah Wayang Kulit Gagrak Surakarta. Walaupun tidak terlalu mengerti dengan bahasa yang digunakan, tetapi saya tetap dapat menikmati warisan budaya Solo ini.

X adalah angka romawi yang paling pas untuk seluruh kenikmatan yang tiada duanya setelah meminum Wedang Asle khas Solo. Dengan bermodalkan Rp 4.000 versi lesehan, Wedang Asle dapat ditemukan di daerah Manahan. Apa yang membedakannya dengan wedang-wedang lainnya? Jawabannya adalah racikan isinya. Selain menggunakan kuah santan, pada Wedang Asle ini juga ditambahkan gula pasir, agar-agar, dan roti tawar. Minuman khas Solo ini benar-benar bisa menghangatkan tubuh yang telah letih. *brb seruput wedang*
Wedang Asle & Gudeg Ceker

Yeay, it’s nom nom time (again). Setelah menikmati wedang, kini giliran Gudeg Ceker yang siap-siap menyeker-nyeker raungan perut lapar saya. Masih bergaya lesehan, saya menikmati kelezatan Gudeg Ceker buatan seorang ibu tua yang sudah bertahun-tahun menjual makanan khas ini. Porsinya yang tidak terlalu besar, sangat pas untuk suasana malam seperti ini (apalagi harganya juga murah). Gudeg Ceker ini sangatlah gurih ditambah dengan rasa asin. Beda dengan gudeg lainnya, cekernya (cakar ayam) sangatlah empuk dan dapat dilepaskan dengan sekali gigitan saja. Kenikmatan Gudeg Ceker ini sungguh dapat menutup dinginnya malam dengan kenangan Solo yang tak tergantikan. Sedikit informasi, biasanya masih banyak orang-orang yang mencari Gudeg Ceker ini hingga dini hari lho.


zzzzzz, rasanya mata sudah tidak dapat diajak untuk bekerja sama lagi. Rasa mengantuk kian tak terkalahkan saat hempusan angin malam Kota Surakarta semakin menerpa. Keseruan pengalaman mengelilingi keindahan Surakarta hari ini akhirnya berhenti dan kini membawaku ke alam mimpi. Saatnya kembali ke penginapan dan tidur.

             Itulah semua warna-warni tentang Solo. Sekarang sudah saatnya kita tidak menilai Solo hanya dari S - O - L - O saja, tetapi masih banyak lagi keunikan, kekhasan, keindahan dan keanekaragaman yang terpampang dari A hingga Z di kota yang dijuluki the spirit of Java  ini. Jadi, bukan saatnya lagi sekarang duduk diam dan hanya bilang cinta batik, tetapi belum sempat menjelajahi Solo. Let's visit Solo!

(end)

1 comment:

  1. woow.. miss SOLO sooo much,, yg paling bikin ngangenin tuh suasana dan makanannya.. hahaha

    ReplyDelete